Istilah E-Literacy dan ICT Literacy
Istilah
“e-literacy” diartikan sebagai kemampuan menggunakan perangkat teknologi
informasi (Indrajit, 2005: 37). Alan Martin (seperti yang dikutip oleh Secker,
2004: 78) mendefinisakan “e-literacy “ sebagai literasi komputer yang
diintegrasikan dengan literasi informasi, literasi moral, literasi media, dan
keterampilan belajar dan mengajar. Istilah ini digambarkan sebagai kemampuan
individu atau institusi yang sangat penting supaya berhasil dalam mengikuti
suatu era yang telah memakai alat-alat dan fasilitas elektronik (e-literacy
as computer literacy coupled with elements of information literacy, moral
literacy, media literacy and teaching and learning skills. It has been
described as: “a crucial enabler of individuals and institutions in moving successfully
in a world reliant upon electronic tools and facilities”)
Definisi
tersebut menggambarkan bahwa istilah “e-literacy” ini sangat berkaitan sekali
dengan ragam istilah “literacy” lainnya yang berarti
kemampuan untuk membaca dan menulis (the ability to read and write).
Bunz (seperti yang dikutip Indrajit, 2005: 38) menjelaskan kata ini kemudian
berkembang dan sering dipadankan dengan “technology” sehingga dikenal istilah
“technology literacy” yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
teknologi sebagai alat untuk memahami dan menggunakan teknologi sebagai alat
untuk mempermudah mencapai tujuan. Selanjutnya ketika teknologi komputer
berkembang, dikenal pula istilah “computer literacy” dari definisi yang
sederhana yaitu kemampuan menggunakan komputer untuk memenuhi kepuasan
kebutuhan pengguna (Rhodes, 1986) sampai yang sangat berbau filosofis seperti
“the collection of skills, knowledge, understanding, values, and relasionships
that allow a person to function comfortably as a productive citizen in a
computer-oriented society” (Watt, 1980).
Lebih jauh lagi Indrajit (2005)
menjelaskan bahwa ketika berkembang secara pesat, istilah “internet literacy”
–pun lahir dengan sendirinya, yaitu kemampuan untuk menggunakan pengetahuan
internet sebagai media komunikasi dan temu kembali informasi secara teori dan
praktis. Kemudian Wijaya (2005: 29) menjelaskan bahwa pada sebuah panel yang
diikuti oleh beberapa ahli pendidikan, pakar bidang teknologi industri dan
kelompok pekerja dari Australia, Brazil, Kanada, Perancis, Amerika Serikat yang
tergabung dalam The International ICT Literacy Panel mengeluarkan
definisi sebagai berikut “ICT literacy is using digital technology,
communication tools, and/or networks to access, manage, integrate, evaluate and
create information in order to function knowlwdge society”
Dari beberapa definisi diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa baik istilah “e-leteracy” maupun “ICT literacy” pada
dasarnya mempunyai kesamaan dalam tujuan penggunaan teknologi informasi sebagai
alat untuk komunikasi dan temu kembali informasi. Dari beberapa pengertian di
atas terdapat lima aspek terkait yang merupakan integrasi dan aplikasi
kemampuan kognitive dan teknis (Wijaya: 31) yaitu:
1. Access (akses):
mengetahui tentang dan mengetahui bagaimana untuk mengumpulkan dan atau
mendapatkan informasi.
2. Manage (mengelola):
menerapkan skema klasifikasi atau organisasi.
3. Integrate
(meng-integrasikan): meng-interpretasikan dan menggambarkan ulang informasi.
Hal ini termasuk di dalamnya membuat ringkasan, membandingkan, dan
menggarisbawahi.
4. Evaluate (meng-evaluasi): memutuskan tentang
kualitas, keterkaitan, kegunaan, atau efisiensi dari informasi.
5. Create (menciptakan): menciptakan informasi
baru dengan cara mengadopsi, menerapkan, mendesain, membuat atau menulis
informasi.
Aspek-aspek ini terintegrasi dalam
kemampuan yang bersifat kognitive (teori) sebagai kamampuan dasar yang kita
butuhkan setiap saat seperti di sekolah atau tempat kita kerja, antara lain
berupa kemampuan memecahkan masalah, numerik dan visualisasi. Sedangkan
kemampuan teknis (praktis) dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memahami
perangkat keras, perangkat lunak, jaringan dan elemen-elemen teknologi digital.
Tingkat Kematangan E-Literacy
Kemampuan e-literacy pada setiap
individu akan memiliki pola yang berbeda sesuai dengan kebutuhan hidup dan
kedewasaan masyarakat, seperti yang dapat kita lihat pada gambar di bawah ini
(Menteri Komunikasi dan Informatika RI, 2006: 42). Hal ini sesuai dengan
kerangka konsep Personal Capabality Maturity Model (P-CMM) yang dikutip
oleh Indrajit (2005), maka kurang lebih level e-literacy seseorang dapat
digambarkan seperti demikian:
(Sumber: Menteri Komunikasi dan
Informatika RI, 2006: 42)
a. Level 0 –
jika seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak peduli akan pentingnya
informasi dan teknologi untuk kehidupan sehari-hari;
b. Level 1 –
jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu dua kali di mana
informasi merupakan sebuah komponen penting untuk pencapaian keinginan dan pemecahan
masalah, dan telah melibatkan teknologi informasi maupun komunikasi untuk
mencarinya;
c. Level 2 –
jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi untuk membantu aktivitasnya sehari-hari dan telah memiliki pola
keberulangan dalam penggunaannya;
d. Level 3 –
jika seseorang individu telah memiliki standar penguasaan dan pemahaman
terhadap informasi maupun teknologi yang diperlukannya, dan secara konsisten
mempergunakan standar tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya
sehari-hari;
e. Level 4 –
jika seseorang individu telah sanggup meningkatkan secara signifikan (dapat
dinyatakan secara kuantitatif) kinerja aktivitas kehidupannya sehari-hari
melalui pemanfaatan informasi dan teknologi; dan
f. Level 5 –
jika seseorang individu telah menganggap informasi dan teknologi sebagian
bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan secara langsung
telah mewarnai prilaku dan budaya hidupnya (bagian dari information society atau
manusia berbudaya informasi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar